Rabu, 11 Desember 2013

Pelaksanaan Pemilu Pada Sistem Pemerintahan Presidensil Sebelum dan Sesudah Amandemen UUD 1945



BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Sistem pemerintahan memiliki tujuan untuk merawat stabilitas negara. Akan tetapi di sebagian negara seringkali berlangsung tindakan separatisme yang disebabkan oleh sistem pemerintahan yang dirasa memberatkan rakyat dan merugikan rakyat. Sistem pemerintahan memiliki fondasi yang kuat dan tidak dapat diubah menjadi statis. Bila satu pemerintahan mempunyai sistem pemerintahan yang statis, maka hal itu dapat berjalan selama-lamanya sampai ada desakan kaum minoritas untuk memprotes hal tersebut. Dengan kata lain artinya sistem pemerintahan itu merawat stabilitas penduduk, merawat perilaku kaum mayoritas ataupun minoritas, merawat fondasi pemerintahan, merawat kemampuan politik, pertahanan, ekonomi, keamanan hingga menjadi sistem pemerintahan yang kontinu juga demokrasi di mana selayaknya penduduk dapat turut andil di dalam pembangunan sistem pemerintahan tersebut. Sampai sekarang ini hanya sedikit negara yang dapat mempraktikkan sistem pemerintahan itu dengan cara menyeluruh. Dengan cara sempit, sistem pemerintahan hanya untuk fasilitas kelompok untuk memobilisasi roda pemerintahan yang bermanfaat merawat stabilitas negara dalam jangka waktu relatif lama, menahan adanya tingkah laku reaksioner ataupun radikal dari rakyatnya itu sendiri. 
Sistem pemerintahan di Indonesia merupakan sistem pemerintahan presidensil. Sistem pemerintahan presidensil merupakan system pemerintahan di mana kepala pemerintahan dipegang oleh presiden dan pemerintah tidak bertanggung jawab kepada parlemen (legislative). Menteri bertanggung jawab kepada presiden karena presiden berkedudukan sebagai kepala Negara sekaligus kepala pemerintahan. Sistem pemerintahan presidensil diantaranya dicirikan oleh ; Pemerintahan Presidensial didasarkan pada prinsip pemisahan kekuasaan, Eksekutif tidak mempunyai kekuasaan untuk menyatu dengan Legislatif, Kabinet bertanggung jawab kepada presiden, eksekutif dipilih melalui pemilu.
Sistem pemerintahan di Indonesia tentu sudah banyak mengalami perubahan setelah beberapa kali dilakukannya amandemen terhadap UUD 1945. Demikian pula terhadap pelaksanaan pemilunya. Pelaksanaan pemilu di Indonesia telah mengalami banyak perubahan seiring dengan perubahan-perubahan peraturan dan amandemen terhadap UUD 1945.
Berdasarkan penjelasan diatas, maka penulisan makalah ini berjudul Pelaksanaan Pemilu Pada Sistem Pemerintahan Presidensil Sebelum dan Sesudah Amandemen UUD 1945.
1.2  Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah makalah ini adalah:
1.      Apa perbedaan sistem pemerintahan presidensil sebelum dan sesudah amandemen UUD 1945?
2.      Apa perbedaan sistem pemilu pada sistem pemerintahan presidensil Indonesia sebelum dan sesudah amandemen UUD 1945?

1.3  Tujuan dan Manfaat
Tujuan dan manfaat dari penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui :
1.      Perbedaan sistem pemerintahan presidensil sebelum dan sesudah amandemen UUD 1945
2.      Perbedaan sistem pemilu pada sistem pemerintahan presidensil Indonesia sebelum dan sesudah amandemen  UUD 1945.













BAB II
PEMBAHASAN

2.1  Sistem Pemerintahan Indonesia
Sistem pemerintahan berasal dari gabungan dua kata system dan pemerintahan. Kata system merupakan terjemahan dari kata system (bahasa Inggris) yang berarti susunan, tatanan, jaringan, atau cara. Dalam arti yang luas, pemerintahan adalah perbuatan memerintah yang dilakukan oleh badan-badan legislative, eksekutif, dan yudikatif di suatu Negara dalam rangka mencapai tujuan penyelenggaraan negara. Dalam arti yang sempit, pemerintahan adalah perbuatan memerintah yang dilakukan oleh badan eksekutif beserta jajarannya dalam rangka mencapai tujuan penyelenggaraan negara. Sistem pemerintahan diartikan sebagai suatu tatanan utuh yang terdiri atas berbagai komponen pemerintahan yang bekerja saling bergantungan dan memengaruhi dalam mencapaian tujuan dan fungsi pemerintahan.
Sejak merdeka tahun 1945 Indonesia sudah menganut sistem pemerintahan presidensial, adapun ciri-ciri dari sistem pemerintaha presidensial adalah sebagai berikut:
  1. Penyelenggara negara berada ditangan presiden. Presiden adalah kepala negara sekaligus kepala pemerintahan. Presiden tidak dipilih oleh parlemen, tetapi dipilih langsung oleh rakyat atau suatu dewan majelis.
  2. Kabinet (dewan menteri) dibentuk oleh presiden. Kabinet bertangungjawab kepada presiden dan tidak bertanggung jawab kepada parlemen atau legislatif.
  3. Presiden tidak bertanggungjawab kepada parlemen. Hal itu dikarenakan presiden tidak dipilih oleh parlemen.
  4. Presiden tidak dapat membubarkan parlemen seperti dalam sistem parlementer.
  5. Parlemen memiliki kekuasaan legislatif dan sebagai lembaga perwakilan. Anggota parlemen dipilih oleh rakyat.
  6. Presiden tidak berada dibawah pengawasan langsung parlemen.
Di Indonesia terjadi 3 kali perubahan masa pemerintahan yang pertama disebut pemerintahan Orde lama yang kedua disebut Orde Baru dan yang terakhir sampai sekarang disebut era reformasi. Jadi setiap masa tersebut terjadi sedikit perbedaan sistem pemerintahan, walaupun masih menganut sistem pemerintahan presidensial.
2.2  Perbedaan Sistem Pemerintahan Presidensil Sebelum dan Sesudah Amandemen UUD 1945
Dalam sejarah indonesia sudah beberapa kali pemerintah melakukan amandemen pada UUD 1945. Hal ini tentu saja dilakukan untuk menyesuaikan undang-undang dengan perkembangan zaman dan memperbaikinya sehingga dapat menjadi dasar hukum yang baik. Dalam proses tersebut, terdapat perbedaan antara sistem pemerintahan sebelum dilakukan amandemen dan setelah dilakukan amandemen. Perbedaan tersebut adalah:
Sebelum di amandemen
Pokok-pokok sistem pemerintahan negara indonesia menurut UUD 1945 sebelum diamandemen tertuang didalam penjelasan UUD 1945 perihal tujuh kunci pokok sistem pemerintahan negara tersebut seperti berikut:
1.      Indonesia yaitu negara yg menurut atas hukum ( rechtsstaat ). 
2.      Sistem konstitusional. 
3.      Kekuasaan negara yg paling tinggi di tangan majelis permusyawaratan rakyat. 
4.      Presiden yaitu penyelenggara pemerintah negara yg paling tinggi di bawah majelis permusyawaratan rakyat. 
5.      Presiden tak bertanggung jawab pada dewan perwakilan rakyat. 
6.      Menteri negara adalah pembantu presiden, menteri negara tak bertanggungjawab pada dewan perwakilan rakyat. 
7.      Kekuasaan kepala negara tidak terbatas. 
Menurut tujuh kunci pokok sistem pemerintahan, sistem pemerintahan indonesia menurut UUD 1945 berpedoman sistem pemerintahan presidensial. Sistem pemerintahan ini digerakkan semasa pemerintahan orde baru dibawah kepemimpinan presiden Suharto. Ciri dari sistem pemerintahan periode itu yaitu ada kekuasaan yang sangat besar pada instansi kepresidenan. Hampir seluruh kewenangan presiden yang di atur menurut UUD 1945 tersebut dikerjakan tanpa melibatkan pertimbangan atau persetujuan DPR sebagai wakil rakyat. Oleh karena tidak adanya pengawasan serta tidak adanya persetujuan DPR, maka kekuasaan presiden amat besar serta condong bisa disalahgunakan. Mekipun ada kelemahan, kekuasaan yang besar pada presiden juga ada efek positifnya yakni presiden bisa mengendalikan semua penyelenggaraan pemerintahan hingga dapat menciptakan pemerintahan yang kompak serta solid, Sistem pemerintahan lebih stabil, tak gampang jatuh atau bertukar, konflik serta pertentangan antar pejabat negara bisa dihindari. Tetapi, didalam praktek perjalanan sistem pemerintahan di Indonesia nyatanya kekuasaan yang besar didalam diri presiden semakin banyak merugikan bangsa serta negara dari pada keuntungan yang didapatkannya. 
Memasuki periode reformasi ini, bangsa Indonesia berkeinginan untuk menciptakan sistem pemerintahan yang demokratis. Oleh karena itu, butuh disusun pemerintahan yang konstitusional atau pemerintahan yang berdasarkan pada konstitusi. Pemerintah konstitusional bercirikan bahwa konstitusi negara itu berisi ada pembatasan kekuasaan pemerintahan atau eksekutif,  jaminan atas hak asasi manusia serta hak-hak warga negara. Menurut hal itu, reformasi yang perlu dikerjakan yaitu melakukan pergantian atau amandemen atas UUD 1945. Amandemen UUD 1945 jadi konstitusi yang berbentuk konstitusional, diinginkan bisa terbentuk sistem pemerintahan yang tambah baik dari yang pada mulanya. Amandemen atas UUD 1945 sudah dikerjakan oleh MPR sejumlah empat kali, yakni pada tahun 1999, 2000, 2001, serta 2002. menurut UUD 1945 yang sudah diamandemen tersebut jadi dasar untuk sistem pemerintahan Indonesia saat ini. 
Sesudah di amandemen
Saat ini sistem pemerintahan di Indonesia tetap didalam periode transisi. Sebelum diberlakukannya sistem pemerintahan yang baru menurut UUD 1945 hasil amandemen keempat tahun 2002, sistem pemerintahan Indonesia tetap berdasarkan pada UUD 1945 dengan sebagian pergantian bersama dengan hal tersebut ada transisi menuju sistem pemerintahan yg baru. Sistem pemerintahan baru diinginkan berjalan mulai tahun 2004 sesudah dikerjakannya pemilu 2004. 
Pokok-pokok sistem pemerintahan Indonesia yaitu sebagai berikut:
1.      Wujud negara kesatuan dengan prinsip otonomi daerah yang luas. Lokasi negara terbagi dalam sebagian provinsi. 
2.      Wujud pemerintahan yaitu republik, namun sistem pemerintahan presidensial. 
3.      Presiden yaitu kepala negara serta sekalian kepala pemerintahan. Presiden serta wakil presiden dipilih dengan cara segera oleh rakyat didalam satu paket. 
4.      Kabinet atau menteri diangkat oleh presiden serta bertanggung jawab pada presiden. 
5.      Parlemen terdiri atas dua sisi ( bikameral ), dewan perwakilan rakyat ( DPR ) serta dewan perwakilan daerah ( DPD ). Beberapa bagian dewan adalah bagian MPR. DPR mempunyai kekuasaan legislatif serta kekuasaan mengawasi jalannya pemerintahan. 
6.      Kekuasaan yudikatif digerakkan oleh makamah agung serta badan peradilan dibawahnya. 
Sistem pemerintahan ini juga mengambil unsur-unsur dari sistem pemerintahan parlementer serta dilakukan pembaharuan untuk menyingkirkan kelemahan-kelemahan yang ada didalam sistem presidensial. Sebagian variasi dari sistem pemerintahan presidensial di Indonesia yaitu sebagai berikut ; 
1.      Presiden setiap saat bisa diberhentikan oleh MPR atas usul dari DPR. Kemudian, DPR mempunyai kekuasaan mengawasi presiden walau dengan cara tak segera. 
2.      Presiden saat mengangkat pejabat negara butuh pertimbangan atau persetujuan dari DPR. 
3.      Presiden saat mengeluarkan kebijakan spesifik butuh pertimbangan atau persetujuan dari DPR. 
4.      Parlemen diberi kekuasaan yang semakin besar didalam hal membentuk undang-undang serta hak biaya karena ada perubahan-perubahan baru didalam sistem pemerintahan indonesia. Hal ini diperuntukan saat memperbaiki sistem presidensial yang lama. Pergantian baru tersebut, diantaranya ada penentuan dengan cara segera, sistem bikameral, mekanisme cheks and balance, serta pemberian kekuasaan yang semakin besar pada parlemen untuk melakukan pengawasan serta pemanfaatan biaya. 
2.3  Perbedaan Pelaksanaan Pemilu Sebelum dan sesudah Amandemen UUD 1945
Pemilu 1999
Pemilu 1999 adalah pemilu pertama pasca kekuasaan presiden Suharto. Pemilu ini diadakan di bawah kepemimpinan Presiden B.J. Habibie. Pemilu ini terselenggara di bawah sistem politik Demokrasi Liberal. Artinya, jumlah partai peserta tidak lagi dibatasi seperti pemilu-pemilu lalu yang hanya terdiri dari Golkar, PPP, dan PDI.
Sebelum menyelenggarakan Pemilu, pemerintahan B.J. Habibie mengajukan tiga rancangan undang-undang selaku dasar hukum dilangsungkannya pemilu 1999, yaitu RUU tentang Partai Politik, RUU tentang Pemilu, dan RUU tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR, dan DPRD. Ketiga RUU ini diolah oleh Tim Tujuh yang diketuai Profesor Ryaas Rasyid dariInstitut Ilmu Pemerintahan. Setelah disetujui DPR, barulah pemilu layak dijalankan. Pemilu 1999 diadakan berdasarkan Undang-undang Nomor 3 tahun 1999 tentang Pemilihan Umum. Sesuai pasal 1 ayat (7) pemilu 1999 dilaksanakan dengan menggunakan sistem proporsional berdasarkan stelsel daftar dengan varian Roget.
Dalam pemilihan anggota DPR, daerah pemilihannya (selanjutnya disingkat Dapil) adalah Dati I (provinsi), pemilihan anggota DPRD I dapilnya Dati I (provinsi) yang merupakan satu daerah pemilihan, sementara pemilihan anggota DPRD II dapilnya Dati II yang merupakan satu daerah pemilihan. Jumlah kursi anggota DPR untuk tiap daerah pemilihan ditetapkan berdasarkan jumlah penduduk Dati I dengan memperhatikan bahwa Dati II minimal harus mendapat 1 kursi yang penetapannya dilakukan oleh KPU.
Undang-undang Nomor 3 tahun 1999 juga menggariskan bahwa jumlah kursi DPRD I minimal 45 dan maksimal 100 kursi. Jumlah kursi tersebut ditentukan oleh besaran penduduk. Provinsi dengan jumlah penduduk hingga 3.000.000 jiwa mendapat 45 kursi. Provinsi dengan jumlah penduduk 3.000.001 – 7.000.000 mendapat 55 kursi. Provinsi dengan jumlah penduduk 5.000.001 – 7.000.000 mendapat 65 kursi. Provinsi dengan jumlah penduduk 7.000.001 – 9.000.000 mendapat 75 kursi. Provinsi dengan jumlah penduduk 9.000.001 – 12.000.000 mendapat 85 kursi. Sementara itu, provinsi dengan jumlah penduduk di atas 12.000.000 mendapat 100 kursi.
Undang-undang juga mengamanatkan bahwa untuk Dati II (kabupaten/kota) minimal mendapat 1 kursi untuk anggota DPRD I lewat penetapan KPU. Dati II berpenduduk hingga 100.000 mendapat 20 kursi. Dati II berpenduduk 100.001 – 200.000 mendapat 25 kursi. Dati II berpenduduk 200.001 – 300.000 mendapat 30 kursi. Dati II berpenduduk 300.001 – 400.000 mendapat 35 kursi. Dati II berpenduduk 400.001 – 500.000 mendapat 40 kursi. Sementara itu, untuk Dati II berpenduduk di atas 500.000 mendapat 45 kursi. Setiap kecamatan minimal harus diwakili oleh 1 kursi di DPRD II. KPU adalah pihak yang memutuskan penetapan perolehan jumlah kursi.
Jumlah partai yang terdaftar di Kementrian Hukum dan HAM adalah 141 partai, sementara yang lolos verifikasi untuk ikut Pemilu 1999 adalah 48 partai. Pemilu 1999 diadakan tanggal 7 Juni 1999. Namun, tidak seperti pemilu-pemilu sebelumnya, Pemilu 1999 mengalami hambatan dalam proses perhitungan suara. Terdapat 27 partai politik yang tidak bersedia menandatangani berkas hasil pemilu 1999 yaitu: Partai Keadilan, PNU, PBI, PDI, Masyumi, PNI Supeni, Krisna, Partai KAMI, PKD, PAY, Partai MKGR, PIB, Partai SUNI, PNBI, PUDI, PBN, PKM, PND, PADI, PRD, PPI, PID, Murba, SPSI, PUMI, PSP, dan PARI.
Karena penolakan 27 partai politik ini, KPU menyerahkan keputusan kepada Presiden. Presiden menyerahkan kembali penyelesaian persoalan kepada Panitia Pengawas Pemilu (selanjutnya disingkat Panwaslu. Rekomendasi Panwaslu adalah, hasil Pemilu 1999 sudah sah, ditambah kenyataan partai-partai yang menolak menandatangani hasil tidak menyertakan point-point spesifik keberatan mereka. Sebab itu, Presiden lalu memutuskan bahwa hasil Pemilu 1999 sah dan masyarakat mengetahui hasilnya tanggal 26 Juli 1999.
Masalah selanjutnya adalah pembagian kursi. Sistem Pemilu yang digunakan adalah Proporsional dengan varian Party-List. Masalah yang muncul adalah pembagian kursi sisa. Partai-partai beraliran Islam melakukan stembus-accord (penggabungan sisa suara) menurut hitungan Panitia Pemilihan Indonesia (PPI) hanya beroleh 40 dari 120 kursi. Di sisi lain, 8 partai beraliran Islam yang melakukan stembus-accord tersebut mengklaim mampu memperoleh 53 dari 120 kursi sisa.
Perbedaan pendapat ini lalu diserahkan PPI kepada KPU. KPU, di depan seluruh partai politik peserta pemilu 1999 menyarankan votingVoting ini terdiri atas dua opsi. Pertama, pembagian kursi sisa dihitung dengan memperhatikan suara stembus-accordKedua, pembagian tanpa stembus-accord. Hasilnya, 12 suara mendukung opsi pertama, dan 43 suara mendukung opsi kedua. Lebih dari 8 partai melakukan walk-out. Keputusannya, pembagian kursi dilakukan tanpa stembus-accord. Penyelesaian sengketa hasil pemilu dan perhitungan suara ini masih dilakukan oleh badan-badan penyelenggara pemilu karena Mahkamah Konstitusi belum lagi terbentuk.
Total jumlah suara partai yang tidak menghasilkan kursi 9.700.658 atau meliputi 9,17% suara sah. Hasil ini diperoleh dengan menerapkan sistem pemilihan Proporsional dengan Varian Roget. Dalam sistem ini, sebuah partai memperoleh kursi seimbang dengan suara yang diperolehnya di daerah pemilihan, termasuk perolehan kursi berdasarkan the largest remainder (sisa kursi diberikan kepada partai-partai yang  punya sisa suara terbesar).
Perbedaan antara Pemilu 1999 dengan Pemilu 1997 adalah bahwa pada Pemilu 1999 penetapan calon terpilih didasarkan pada rangking perolehan suara suatu partai di daerah pemilihan. Jika sejak Pemilu 1971 calon nomor urut pertama dalam daftar partai otomatis terpilih bila partai itu mendapat kursi, maka pada Pemilu 1999 calon terpilih ditetapkan berdasarkan suara terbesar atau terbanyak dari daerah di mana seseorang dicalonkan. Contohnya, Caleg A meski berada di urutan terbawah daftar caleg, jika dari daerahnya ia dan partainya mendapatkan suara terbesar, maka dia-lah yang terpilih. Untuk penetapan caleg terpilih berdasarkan perolehan suara di Daerah Tingkat II (kabupaten/kota), Pemilu 1999 ini sama dengan metode yang digunakan pada Pemilu 1971.
Dari total 500 anggota DPR yang dipilih, sebanyak 460 orang berjenis kelamin laki-laki dan hanya 40 orang yang berjenis kelamin perempuan. Sebab itu, persentase anggota DPR yang berjenis kelamin perempuan hanya meliputi 8% dari total.
Pemilu 2004
Pemilu 2004 merupakan sejarah tersendiri bagi pemerintah dan rakyat Indonesia. Di pemilu 2004 ini, untuk pertama kali rakyat Indonesia memilih presidennya secara langsung. Pemilu 2004 sekaligus membuktikan upaya serius mewujudkan sistem pemerintahan Presidensil yang dianut oleh pemerintah Indonesia.
Pemilu 2004 menggunakan sistem pemilu yang berbeda-beda, bergantung untuk memilih siapa. Dalam pemilu 2004, rakyat Indonesia memilih presiden, anggota parlemen (DPR, DPRD I, dan DPRD II), serta DPD (Dewan Perwakilan Daerah). Untuk ketiga maksud pemilihan tersebut, terdapat tiga sistem pemilihan yang berbeda.
Sistem pemilu yang digunakan adalah Proporsional dengan Daftar Calon Terbuka. Proporsional Daftar adalah sistem pemilihan mengikuti jatah kursi di tiap daerah pemilihan. Jadi, suara yang diperoleh partai-partai politik di tiap daerah selaras dengan kursi yang mereka peroleh di parlemen.
Untuk memilih anggota parlemen, digunakan sistem pemilu Proporsional dengan varian Proporsional Daftar (terbuka). Untuk memilih anggota DPD, digunakan sistem pemilu Lainnya, yaitu Single Non Transverable Vote (SNTV). Sementara untuk memilih presiden, digunakan sistem pemilihan Mayoritas/Pluralitas dengan varian Two Round System (Sistem Dua Putaran).









BAB III
KESIMPULAN

Sistem pemerintahan adalah alat untuk menjaga stabilitas sebuah Negara. Di Indonesia, sistem pemerintahan yang berlaku adalah sistem pemerintahan presidensil. Sistem pemerintahan presidensil merupakan system pemerintahan di mana kepala pemerintahan dipegang oleh presiden dan pemerintah tidak bertanggung jawab kepada parlemen (legislative). Menteri bertanggung jawab kepada presiden karena presiden berkedudukan sebagai kepala Negara sekaligus kepala pemerintahan. Sistem pemerintahan presidensil diantaranya dicirikan oleh ; Pemerintahan Presidensial didasarkan pada prinsip pemisahan kekuasaan, Eksekutif tidak mempunyai kekuasaan untuk menyatu dengan Legislatif, Kabinet bertanggung jawab kepada presiden, eksekutif dipilih melalui pemilu.
Sistem pemerintahan presidensil di Indonesia telah mengalami beberapa kali perubahaan setelah beberapa kali dilakukannya amandemen UUD 1945. Begitu pula pada sistem pemilu yang berlaku di Indonesia. Seiring dengan perubahan-perubahan sistem pemerintahan dan amandemen UUD 1945, sistem pemilu di Indonesia mengalami beberapa perubahan. 


DAFTAR PUSTAKA

Jurnal :
Deliarnoor, Nandang Alamsah. 2008. Sistem Pemerintahan Indonesia Pra dan Pasca Amandemen UUD 1945. Universitas Padjajaran
Website :

Kultur Plagiarisme: Kejahatan Akademis di Kalangan Mahasiswa



Kultur Plagiarisme: Kejahatan Akademis di Kalangan Mahasiswa

BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Di jaman yang modern ini manusia dituntut untuk selalu bergerak cepat untuk menghasilkan sesuatu. Begitu pula dengan mahasiswa yang selalu dituntut cepat dalam menyelesaikan tugas dan kewajibannya. Keberadaan teknologi yang sangat canggih menjadikan semua hal sangat memungkinkan untuk dilakukan dengan cepat dan bahkan sangat cepat. Mahasiswa seringkali diberi waktu yang hanya sedikit untuk bisa menyelesaikan tugas-tugasnya sehingga seringkali mahasiswa menyelesaikan tugas-tugasnya dengan cara instant. Mahasiswa seringkali melakukan penyalahgunaan teknologi untuk kemudahan kepentingan-kepentingannya. Adanya internet sering sekali dijadikan cara instan oleh mahasiswa dalam mencari, mendapatkan, dan mengolah informasi atau data sebagai salah satu kebutuhannya.
Cara instant tidaklah selalu baik. Sebagai mahasiswa, dalam belajar tetap harus mengenal yang namanya proses. Melalui proses itulah mahasiswa akan banyak mengetahui dan banyak mempelajari.  Keinginan yang selalu ingin cepat atau instant ini sudah menjadi kebiasaan atau bahkan menjadi budaya di Indonesia utamanya bagi kalangan mahasiswa. Dan yang lebih mengkhawatirkan lagi adalah kebiasaan ini mengakibatkan banyak sekali kerugian atau dampak buruk.
Salah satu dampak buruk dari kebiasaan atau budaya instan ini adalah plagiarisme. Plagiat ialah pengambilan karangan orang lain dan menjadikannya seolah – olah karangan sendiri. Kalimat diatas menunjukkan bahwa kegiatan plagiat adalah tindakan buruk dan tergolong sebagai tindak kejahatan akademis. Tindakan yang seharusnya tidak menjadi bagian dari kebiasaan kita atau yang lebih buruk lagi menjadi kebudayaan kita.
Saat ini praktek plagiat sudah terlanjur menjadi kebiasaan dalam mencapai sesuatu yang diinginkan. Praktek tersebut sudah merambah ke hampir semua aspek kehidupan. Dan parahnya lagi banyak orang yang hidupnya tergantung dari praktek tersebut. Seolah tidak cukup dengan keburukan yang diciptakan plagiarisme, praktek ini juga membudidaya dalam dunia pendidikan. Dunia yang sarat dengan orang-orang maju yang berpendidikan serta merupakan investasi bagi bangsa untuk mencetak kader-kader bangsa yang unggul. Namun sungguh sangat disayangkan karena harus tercemar oleh budaya plagiarisme yang sangat akut.
Berdasarkan beberapa penjelasan diatas, maka penulis menuangkan sebuah tulisan berbentuk makalah yang berjudul Kultur Plagiarisme: Kejahatan Akademis di Kalangan Mahasiswa.
1.2  Rumusan Masalah
Berdasarkan penjelasan latar belakang diatas, maka rumusan masalah dari makalah ini diantaranya:
1.      Apakah faktor-faktor penyebab terjadinya tindak plagiarisme di kalangan mahasiswa?
2.      Bagaimana upaya menanggulangi tindak plagiarisme di kalangan mahasiswa?
3.      Mengapa plagiarisme tergolong sebagai tindak kejahatan akademis di kalangan mahasiswa?

1.3  Tujuan dan manfaat
Berdasarkan beberapa rumusan masalah diatas, maka penulisan makalah ini bertujuan dan bermanfaat untuk :
1.      Mengetahui faktor-faktor penyebab terjadinya tindak plagiarisme di kalangan mahasiswa
2.      Mengetahui upaya menanggulangi tindak plagiarisme di kalangan mahasiswa
3.      Mengetahui hakikat plagiarisme sebagai tindak kejahatan akademis di kalangan mahasiswa.












BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Plagiat
Plagiat merupakan perbuatan secara sengaja atau tidak sengaja dalam memperoleh atau mencoba memperoleh kredit atau nilai untuk suatu karya ilmiah, dengan mengutip sebagian atau seluruh karya dan/atau karya ilmiah orang lain, tanpa menyatakan sumber secara tepat dan memadai (Permendiknas No 17 tahun 2010, Pasal 1 Ayat 1).
2.2 Jenis-jenis plagiat
Plagiat yang disengaja terjadi apabila seorang mahasiswa:
a)      Salah pengertian mengenai tatacara penulisan rujukan,
b)      Terlalu bergantung atas sumber rujukan,
c)      Mengikuti kebiasaan salah yang telah dilakukan sebelumnya,
d)     Tidak benar-benar memahami kapan sebuah karya kelompok orang tertentu berhenti dan kapan karya sendiri mulai,
e)      Kemampuan menggunakan bahasa Indonesia atau bahasa asing yang lemah, dan
f)       Kecerobohan dalam melakukan pencatatan.
Plagiat yang disengaja dapat terjadi karena seorang mahasiswa:
a)      Mengerjakan tugas hingga detik-detik terakhir batas pengumpulan,
b)      Keinginan untuk berhasil,
c)      Kepanikan,
d)     Berpikir bahwa tindakan plagiatnya tidak akan ketahuan,
e)      Tidak mampu mengatur beban kerja secara baik,
f)       Menggunakan prinsip bahwa menyalin pekerjaan orang lain lebih mudah daripada bekerja sendiri, dan
g)      Menganggap dosen tidak akan mengenali apa yang dilakukannya. (Panduan Pencegahan Plagiat, Perpustakaan Universitas Pendidikan Indonesia)
2.3 Tindakan yang termasuk plagiat
Tindakan plagiat mencakupi, tapi tidak terbatas pada (Panduan Pencegahan Plagiat, Perpustakaan Universitas Pendidikan Indonesia):
a)      Mengacu dan/atau mengutip istilah, kata-kata atau kalimat, data dan/atau informasi dari suatu sumber tanpa menyebutkan sumber dalam catatan kutipan dan/atau tanpa menyatakan sumber secara memadai,
b)      Mengacu dan/atau mengutip secara acak istilah, kata-kata dan/atau kalimat, data dan/informasi dari suatu sumber tanpa menyebutkan sumber dalam catatan kutipan dan/atau tanpa menyatakan sumber secara memadai,
c)      Menggunakan sumber gagasan, pendapat, pandangan, atau teori tanpa menyatakan sumber secara memadai,
d)     Merumuskan dengan kata-kata dan/atau kalimat sendiri dari sumber kata-kata dan/atau kalimat, gagasan, pendapat, pandangan, atau teori tanpa menyatakan sumber secara memadai, dan
e)      Menyerahkan sebuah karya ilmiah yang dihasilkan dan/atau telah dipublikasikan oleh pihak lain sebagai karya ilmiahnya tanpa menyatakan sumbernya secara memadai.
f)       Mengakui karya orang lain sebagai karya sendiri,
g)      Mengambil kata-kata atau gagasan orang lain tanpa menyebutkan sumbernya,
h)      Tidak memberikan sumber kutipan pada tanda kutip,
i)        Mengubah kata-kata namun menyalin struktur kalimat dari sebuah sumber tanpa menyebutkan rujukannya,
j)        Menyalin banyak kata atau gagasan dari sebuah sumber yang membangun sebagian besar sebuah karya walau menyebutkan rujukannya,
k)      Memarafrase sebuah sumber tanpa menyebutkan rujukannya secara benar,
l)        Mengumpulkan tugas yang nampak seperti diparafrase (dan berisi referensi) tetapi sebenarnya merupakan contekan langsung dari sumber aslinya,
m)    Mengambil materi dari sebuah sumber dan menjadikannya sebagai materi sendiri, dan
n)      Penyalinan kalimat, frase, atau paragraf persis seperti sumber aslinya, penyalinan kalimat dan menyusunnya kembali dalam urutan yang berbeda, penyalinan kalimat dan menggantikan beberapa kata dengan sinonimnya, serta penyalinan kalimat dan menambahkan beberapa kata baru bila tanpa menyebutkan rujukan termasuk plagiat,
o)      Membeli, meminjam, atau menggunakan makalah, artikel, skripsi, tesis, dan disertasi karya orang lain atas nama plagiator,
p)      Meminta orang lain untuk mengerjakan esei, makalah, skripsi, tesis, disertasi atau karya lainnya untuk kepentingan plagiator,
q)      Menggunakan satu atau lebih karya orang lain dengan cara mengambil sebagian besar teks hanya dengan mengaitkannya satu sama lain dengan hanya membubuhkan sedikit kata-kata sendiri,
r)       Menggunakan sebuah tugas yang sudah diserahkan dan dinilai oleh dosen untuk tugas mata kuliah yang lain,
s)       Mengambil pikiran atau pendapat orang lain yang dirujuk dalam sebuah makalah, artikel, skripsi, tesis, disertasi, walau dengan memasukan semua rujukan yang ada di dalam karya-karya tersebut, dan
t)       Menggunakan kritikan atau pendapat orang lain dan menganggapnya sebagai pendapat atau kritikan plagiator.

















BAB III
PEMBAHASAN

3.1  Faktor-faktor penyebab terjadinya tindak plagiarisme di kalangan mahasiswa
Berikut beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya tindakan plagiarisme di kalangan mahasiswa, diantaranya:
1.      Kurangnya pengetahuan tentang aturan penulisan
Kurangnya pengetahuan mahasiswa tentang tata cara penulisan karya ilmiah merupakan salah suatu penyebab terjadinya plagiarisme di kalangan mahasiswa. Kurangnya pemahaman tentang bagaimana mencantumkan sumber referensi, sistematika penulisan kutipan, membuat mahasiswa terjebak dalam tindakan plagiarisme.
2.      Sanksi belum ditegakkan secara tegas
Kelonggaran dalam memberikan sanksi bagi mahasiswa yang melakukan tindak plagiarisme tidak membuat efek jera. Sehingga ruang mahasiswa untuk melakukan tindak plagiarisme terhitung luas dan mahasiswa masih saja dengan leluasa melakukan tindakan tersebut tanpa rasa takut.
3.      Tidak percaya diri
Ketidaksiapan yang dialami oleh mahasiswa dalam menyelesaikan tugas-tugasnya dengan cepat menyebabkan plagiarisme dapat terjadi. Mahasiswa seringkali dibebankan tugas-tugas yang berat hanya dengan waktu yang cukup singkat. Hal ini perlu campur tangan pihak pendidik dalam memotivasi dan mengontrol sampai dimana kemampuan mahasiswanya, sehingga tingkat terjadinya plagiarisme dapat diminimalisir.
4.      Malas
Mahasiswa menjadi jenuh dan malas karena seringkali dihadapkan dengan tugas-tugas kuliah yang menumpuk. Dosen yang sering kali memberikan tugas yang berat dan memberikan deadline yang hampir bersamaan bahkan ada yang bersamaan. Hal ini tentu saja membuat mahasiswa kurang optimal mengerjakan tugas-tugasnya. Sehingga tidak heran jika mahasiswa mengerjakan tugas dengan jalan pintas dan instant. Dengan alasan keterbatasan waktu, seringkali mahasiswa melakukan plagiarisme dari pekerjaan teman ataupun copy-paste hasil browsing di internet.
5.         Penyalahgunaan teknologi
Di era modern saat ini, mahasiswa sudah mengenal teknologi-teknologi yang telah berkembang. Tentunya teknologi ini banyak memudahkan mahasiswa dalam proses belajarnya. Teknologi canggih yang sangat dekat sekali dengan mahasiswa salah satunya adalah teknologi komputerisasi. Teknologi ini, benar-benar memudahkan mahasiswa dalam mengolah data tugas-tugas kuliahnya. Begitupun dalam mencari, memperoleh, dan mengolah data atau informasi, mahasiswa telah diperkenalkan oleh internet. Keberadaan internet, sangat memudahkan mahasiswa dalam mendapatkan referensi dan bahan-bahan bacaan untuk menyelesaikan tugas-tugasnya. Hanya dengan mengetik kata kunci dari informasi atau data yang ingin kita dapatkan, dalam waktu yang sangat cepat internet memberikan apa yang kita cari.
Namun, teknologi ini seringkali disalahgunakan oleh beberapa mahasiswa. Data yang didapatkan dengan mudah, justru membuat mahasiswa dengan mudahnya melakukan tindak plagiarisme. Seringkali mahasiswa hanya meng-copy paste data hasil browsingnya di internet tanpa mencantumkan sumber referensi atau sumber rujukan yang jelas pada hasil karyanya sehingga seolah-olah hasil karya orang lain merupakan hasil karyanya sendiri.
Beberapa faktor diatas, dapat diketahui bahwa plagiarisme memberikan dampak buruk bagi mahasiswa sebagai kaum akademisi. Kreatifitas mahasiswa dan ide-ide terbaik mahasiswa akan semakin berkurang seiring dengan berjalannya kultur plagiarisme. Kecenderungan meniru atau menjiplak hasil pekerjaan orang lain ini lah yang membuat ruang berpikir mahasiswa menjadi semakin sempit dan intelektualitas mahasiswa pun akan semakin berkurang.
3.2  Upaya menanggulangi tindak plagiarisme di kalangan mahasiswa
  1. Adanya sanksi tegas bagi plagiator
Sanksi tegas merupakan salah satu cara untuk menanggulangi tindakan plagiarisme di kalangan mahasiswa. Sanksi dapat memberikan efek jera bagi mereka yang telah melakukan pelanggaran dan memberikan efek rasa takut bagi mereka yang hendak melakukan pelanggaran. Untuk kasus plagiarisme di kalangan mahasiswa, sanksi tegas tersebut dapat diberikan oleh lembaga atau universitas, fakultas, jurusan, dan program studi dan juga diberikan secara individual oleh para pendidik yaitu dosen. Sanksi tegas kiranya dapat mengurangi bahkan mempersempit ruang gerak mahasiswa untuk melakukan tindakan plagiarisme.
  1. Mempelajari cara menulis
Salah satu faktor terjadinya tindakan plagiarisme di kalangan mahasiswa adalah kurangnya pengetahuan tentang tata cara penulisan karya ilmiah. Mahasiswa terkadang kebingungan dengan sistematika menulis sumber referensi, sumber rujukan, dan kutipan.  Hal ini mengakibatkan mahasiswa seringkali mengutip tanpa mencantumkan sumber referensi, sumber rujukan, dan kutipan dengan jelas sehingga mengarahkan apa yang telah mereka lakukan ke tindakan plagiarisme. Untuk meminimalisir hal-hal tersebut terjadi, mahasiswa seharusnya belajar kembali dengan baik tata cara penulisan karya ilmiah dan sering melakukan konsultasi dan bimbingan dengan dosen-dosen yang ahli dibidangnya.
  1. Perbaikan diri
Selain hal-hal teknis seperti memahami tata cara penulisan karya ilmiah dan mematuhi peraturan larangan untuk melakukan plagiarisme mahasiswa perlu melakukan perbaikan diri. Perbaikan diri dapat dilakukan dengan banyak cara seperti, meningkatkan motivasi, menanamkan dan menumbuhkan semangat belajar, dan menata dan memperbaiki kembali pola pikir instant yang pragmatis.
Tidak sedikit mahasiswa yang melanjutkan studi di perguruan tinggi beranggapan bahwa mereka kuliah hanya untuk mendapatkan gelar, nilai yang bagus, yang akhirnya berkaitan erat dengan pekerjaan yang layak yang mereka inginkan. Hal-hal tersebut yang membuat mahasiswa kehilangan motivasi dan semangat belajarnya, karena mereka tidak berangkat dari keinginan mencari ilmu dan pengetahuan. Pada akhirnya, tindakan-tindakan instant dan pragmatislah yang mereka lakukan untuk mendapatkan apa yang mereka inginkan.
3.3  Plagiarisme sebagai tindak kejahatan akademis di kalangan mahasiswa
Plagiat adalah mencuri gagasan, kata-kata, kalimat atau hasil penelitian orang lain dan menyajikannya seolah-olah sebagai karya sendiri.  Plagiat atau Penjiplakan hampir menjadi bagian yang tidak dapat di pisahkan dalam penulisan skripsi, tesis, karya ilmiah dan artikel - artikel.  Budaya ini telah hadir dan sangat dekat sekali dengan kehidupan mahasiswa.
Sudah semestinya, seorang kaum intelektual seperti mahasiswa misalnya untuk menghindari diri dari penjiplakan, karena penjiplakan adalah salah satu kejahatan akademik yang serius dan juga melawan hukum. Namun sangat disayangkan,  tindakan penjiplakan itu sendiri makin hari makin marak terjadi dan  pelakunya berasal dari kalangan pelajar atau mahasiswa yang merupakan agent of change, agent of control dan agent of knowledge . Secara tidak sadar, upaya – upaya plagiat adalah sebagai bukti nyata ketidakmampuan seseorang penulis/pengarang dalam pembuatan;  Skripsi, Tesis, Artikel, karya ilmiah, opini dan fiksi, sehingga demi memenuhi tujuan akhir, maka plagiator akan mengunakan berbagai cara yang menurutnya benar untuk menyelesaikan karya ilmiahnya. Sehingga para ahli penjiplak tersebut tidak lagi menggunakan pemikiran - pemikiran meraka secara maksimal dalam membuat tulisannya. Ketidakmampuan, kurangnya minat baca dan kejar target untuk mendapatkan hasil yang diinginkan, maka  untuk menjawab tuntutan tersebut, penjiplakan adalah salah satu jalan keluar khususnya bagi plagiator dan orang tersebut akan terus melakukan penjiplakan dalam karya tulisnya, maka secara nyata tulisan yang di publikasikan dan atau di buat dalam bentuk skripsi, tesis dan presentasi tidak dapat di pertanggung jawabkan isinya.
Pada sisi lain, Plagiarisme di sektor akademik saat ini sudah menjadi bagian dari budaya yang menjadi penyakit sosial atau patologi sosial, sehingga pihak yang mengetahui bahwa tulisan tersebut asli atau plagiat hanya penulis yang bersangkutan atau saksi korban plagiarisme itu sendiri. Namun demi mengejar keinginannya misalnya, maka baik plagiarisme atau saksi korban plagiarisme tidak akan mempersoalkan penjiplakan tersebut, hal ini yang menyebabkan plagiarisme makin subur di kalangan mahasiswa.
Sebagai rujukan dalam membuat karya ilmiah atau membantu membuat karya ilmiah, kita harus memperhatikan pasal 2 ayat (1) Undang Undang Hak Cipta, yang mana telah diterangkan tentang definisi hak cipta secara khusus yang isinya bahwa Hak Cipta merupakan hak eksklusif bagi Pencipta atau Pemegang Hak Cipta untuk mengumumkan atau memperbanyak Ciptaannya, yang timbul secara otomatis setelah suatu ciptaan dilahirkan tanpa mengurangi pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. Maka sebagaimana yang telah di uraikan di atas, yang mana pada pasal 3 ayat (2) Undang – Undang Hak Cipta, dijelaskan mengenai macam-macam cara pengalihan hak cipta dan kemudian dijelaskan lebih terperinci dalam Pasal 12 UUHC menyangkut hak cipta mana saja yang di lindungi oleh hukum. 
Dengan adanya beberapa penjelasan diatas sangat jelas sekali bahwa tindakan plagiarisme merupakan salah satu tindak kejahatan dalam dunia akademis dan melanggar hukum yang mana telah diatur dan di tetapkan pada Undang-Undang Hak Cipta.














BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Saat ini praktek plagiat sudah terlanjur menjadi kebiasaan dalam mencapai sesuatu yang diinginkan. Praktek tersebut sudah merambah ke hampir semua aspek kehidupan. Dan parahnya lagi banyak orang yang hidupnya tergantung dari praktek tersebut. Seolah tidak cukup dengan keburukan yang diciptakan plagiarisme, praktek ini juga membudidaya dalam dunia pendidikan. Dunia yang sarat dengan orang-orang maju yang berpendidikan serta merupakan investasi bagi bangsa untuk mencetak kader-kader bangsa yang unggul. Namun sungguh sangat disayangkan karena harus tercemar oleh budaya plagiarisme yang sangat akut.
Keakutan yang terjadi bukan lantas berarti membuat tindakan plagiarisme tidak dapat ditanggulangi. Tindakan plagiarisme dapat ditanggulangi dengan cara memberikan sanksi tegas bagi plagiator, mempelajari tata cara penulisan karya ilmiah dengan baik, dan melakukan perbaikan diri mulai dari meningkatkan motivasi, menumbuhkan semangat belajar, dan membentuk kembali poa pikir non-pragmatis.
Tindakan plagiarisme merupakan sebuah tindak kejahatan akademis di kalangan mahasiswa, karena hal tersebut merupakan sebuah tindakan yang melanggar Undang-Undang Hak Cipta sebagaimana yang telah diatur.
4.2 Saran
Mahasiswa merupakan kaum intelektual yang berperan sebagai agent of change, agent of control dan agent of knowledge. Maka sudah semestinya mahasiswa menghindari diri dari tindakan plagiarisme yang mampu merusak citra mahasiswa sebagai kaum intelektual. Seharusnya mahasiswa mampu menuangkan ide-ide dan kreatifitasnya secara murni tanpa menjiplak atau meniru karya atau hasil orang lain.
Sebagai kader terbaik dan generasi penerus bangsa, seharusnya mahasiswa mampu melahirkan karya-karya terbaiknya yang lahir dari pemikiran-pemikiran sendiri tanpa harus terkungkung oleh hasil karya orang lain. Hendaknya, hasil karya orang lain mampu menjadi motivasi diri yang dapat menumbuhkan semangat belajar untuk bisa membuat karya yang lebih baik dari karya orang lain.















DAFTAR PUSTAKA

e-book:
Panduan Pencegahan Plagiat. Perpustakaan Universitas Pendidikan Indonesia
Pencegahan dan Penanggulangan Plagiat di Perguruan Tinggi. Kementrian Pendidikan Nasional Biro Kepegawaian Tahun 2011
Website: